Mulut Yang Berlumut

Semakin dewasa, saya semakin sadar bahwa dewasa bukanlah tolok ukur seseorang berani bersuara. Pada tulisan kali ini, saya ingin mengungkapkan kekesalan saya terhadap sebagian besar orang Indonesia. 

Okay, let's go! 

Saya sering banget mendapati orang Indonesia yang menerima atau menelan semua pengetahuan tanpa seleksi atau filter. Kalo semuanya diterima tanpa kritikan atau seleksi, tanpa merujuk apakah ini benar atau salah, maka sulit untuk orang itu buat mengembangkan mindset. Kalo salah, ya minta maaf. Kalo bener, ya bersuara. Bukannya malah bilang, "Ya udah, terima aja."

Apa-apa diterima, apa-apa diikhlasin, apa-apa dipendem. Tapi semua itu ada tempatnya. Kalo lo merasa dizholimi, ya lo angkat suara. Itu yang buat lo jadi manusia sebenarnya. Lo punya hak untuk bersuara ketika lo merasa pantas untuk bersuara. Begitupula dengan diam.

The point is gak semua masalah dengan gampang lo terima. Ini yang paling gue benci dari mindset orang Indo. Mereka gak berani ngomong kalo merasa dizholomi. IDK, mindset kaya gini (mungkin) muncul karena sebagian besar orang Indo sudah dipaksa diam dari kecil, atau setidaknya dipaksa bungkam dan tidak memberikan pendapat.

Ya kalo kaya gini kapan orang Indonesia mau berkembang?! Di seminar cumin manggut-manggu aja, di kelas juga gitu, bahkan di majlis taklim yang kalo kumpul bias ratusan atau ribuan orang pun gitu. Orang yang mengaku 'ustad' dengan gampangnya melontarkan riwayat atau hadist dengan sanad yang tidak jelas. Terus para pendengar cumin manggut-manggut aja dengan alasan yang melontarkan riwayat itu adalah 'ustad', padahal gak semua ustad itu benar dan gak semua yang paham agama mampu menerapkan apa yang mereka pahami dari agama itu. Okay, I'm gonna talk about that next time! 

Secara umumnya, kasus manggut-manggut aja, atau tidak berani bersuara itu sudah marak terjadi di Indonesia. Selain sudah dipaksa diam atau bungkan dari kecil, banyak dari orang-orang yang tidak mengangkat suara karna mendapat ancaman, bullyan atau pengasingan. Beberapa yang lain bukan takut, tapi 'malas' karna merasa tidak menghasilkan apa-apa, biasanya orang kaya gini bakal ngomong, "Halah! Ngapain sih angkat suara. Gak ada untungnya buat gue.". Beberapa yagn lain bukan malas dan takut, tapi tidak peduli. Sikap apatis memang sudah mendarah daging di sebagian warga Indonesia.

Saran saya untuk orang-orang yang masuk dalam tulisan ini; perbanyak diskusi, ikuti pelatihan yang menguji mental seperti LK1 HMI atau pelatihan Kostrad.

Yang terakhir, "Gak selamanya diam itu emas. Seringkali bersuara itu adalah mutiara."

Komentar

Postingan Populer