Pesan Dari Waktu
Sumber foto: Pinterest.com
Mungkin kalian akan nanya sama saya, pernahkah saya jatuh cinta? Jawabannya pernah.
Saya pernah jatuh cinta sama seseorang yang buat pagi dan malam saya indah. Bahkan lebih dari itu, saya ngerasa kalo hari-hari saya mendadak berwarna. Pesan manis yang muncul di layar ponsel saya pagi hari. Rasanya saya ingin senyum-senyum sendiri setiap kali saya ingat itu. Saya jadi semangat gitu buat jalanin hari-hari saya.
"Selamat pagi," ucapmu saat itu.
Beberapa detik kemudian pesan baru darimu datang lagi, "Jangan lupa sarapan dan baca doa biar kegiatannya lancar."
Jantung saya kaya pengen copot waktu itu. Untung saja Tuhan masih membiarkan saya hidup. Jika tidak, saya akan mati konyol hanya karena mendapat pesan dari seseorang. Tapi... tak apa, toh, orang itu memang spesial buat saya.
Sedikit bercerita, saya tidak pernah bertemu dengannya. Saya hanya sempat melihat fotonya lewat ponsel teman saya. Tidak apa-apa kan? Lagipula jatuh cinta kan bisa di mana saja dan kapan saja. Dua orang asing pun bisa saja jatuh cinta bila perasaan mereka mengizinkannya.
Iya, beneran, saya memang tidak pernah bertemu dengannya. Entah kenapa, saya merasa dia berbeda dengan orang lain. Saya nggak pernah merasakan ini sebelum saya melihat dia. Kaya ada satu hal baru dalam hidup saya. Hal itu nggak abu-abu karena cinta kan memang tidak pernah kalah oleh waktu.
Hampir dua bulan saya dan dia saling memberi kabar. Kita seakan dua manusia paling bahagia di dunia dan akhirat. Yang pertama memang nyata, tapi yang kedua itu adalah doa. Karena saya nggak mau hanya bahagia bersama dia di dunia. Terlalu sebentar. Buat saya, bahagia sejati adalah di akhirat nanti.
Udah ah, ko malah ngomongin akhirat.
Setelah hampir dua bulan saya dan dia saling mengisi cerita. Hal yang paling saya benci pun menghampiri. Iya, dia pergi tanpa memberikan alasan. Dia tiba-tiba menjauh saat saya mulai merasa kita dekat tanpa mengikat. Dia tiba-tiba hilang saat saya merasa kita sama-sama sudah saling mengisi ruang. Saya, dia dan semua orang pun tahu kalo nggak semua yang pergi ingin kembali.
Dan itu yang saya paling takutkan. Saya takut kalo dia benar-benar pergi tanpa pernah kembali meski dia tahu jalan pulang. Atau mungkin... selama ini saya memang tidak menjadi tempat ia pulang. Selama ini saya hanya tempat ia mengisi luang. Selama ini saya hanya tempat singgah yang tidak akan bisa jadi rumah. Selama ini saya hanya teman yang menemani ia rapuh tapi tidak dengan tumbuh. Selama ini saya hanya catatan kaki yang tidak terlalu ia peduli.
Awalnya saya pikir saya akan terbiasa dengan kepergiannya. Meski terluka, saya pikir luka ini akan sembuh sendiri di saat waktunya. Meski terluka, saya pikir kenangan yang terekam akan terhapus sendiri di saat waktunya.
Tapi saya salah.
Sudah hampir lima tahun sejak kepergiannya. Luka ini belum juga sembuh. Saya nggak tahu kenapa. Saya cuman nggak mau berjalan di tempat yang sama untuk waktu yang lebih lama. Saya cuman nggak mau saya mengejar orang yang tidak ingin dikejar. Saya cuman nggak mau berjuang untuk orang yang tidak ingin pulang. Saya cuman nggak mau tumbuh untuk orang yang meminta saya untuk menjauh.
Seharusnya dari awal saya sadar kalo meskipun awal cerita kita sama, tapi akhir cerita kita berbeda. Meskipun Tuhan telah mempertemukan kita, tapi itu tidak berarti kita harus satu jalan. Meskipun kita sempat berbagi cerita bersama, tapi itu tidak berarti kita akan bersama selamanya. Meskipun kita sama-sama punya ruang kosong, tapi itu tidak berarti kita sama-sama saling memberi kunci untuk masuk. Meskipun kita sama-sama tidak berjauhan, tapi itu tidak berarti kita telah berdekatan.
Kini hari-hari bersamamu telah menjadi memori. Saya akan menyimpannya dalam lemari. Hanya disimpan, tidak untuk dimainkan. Karena saya takut, saya takut saya malah akan menyakiti diri sendiri lebih lama lagi.
Kalo kamu baca atau denger pesan ini, saya hanya mau bilang, "Afina, aku pernah rapuh lalu ragu. Aku pernah sakit lalu terjatuh. Aku pernah mencintai meski akhirnya disakiti. Aku pernah terbang lalu dibuang. Aku pernah percaya meski akhirnya dibuat terluka. Hingga kamu datang dengan senyum manis itu. Kamu adalah sebab dan jatuh cinta padamu adalah akibat. Dua hal yang tidak bisa lepas, namun bisa berubah dan terhempas."
Komentar
Posting Komentar