Angkat Kaki Dari Najaf.

Sudah hampir tiga tahun saya tinggal di Najaf, Iraq. Status mahasiswa jurusan filsafat dan sastra mampu menenggelamkan saya ke laut keilmuan. Masih nggak nyangka bisa ada di sini. Kota pelajar ilmu agama adalah sebutan saya untuk Najaf karena kota ini telah menelurkan jutaan ulama hebat yang mampu mempengaruhi dunia. Saya memang terpukau dari cara mereka belajar, mengajar dan meneliti serta diskusi. Seakan mereka mempunyai dunianya sendiri dan malaikat berebutan untuk menjaga mereka.



Source: Google.com 

Bermula dari masuk pesantren umur 12 tahun. Umur dimana saya merasa saya butuh pergaulan yang lebih luas. Sebelum masuk pesantren, Nyokap menginginkan saya untuk masuk SMP Tugu Ibu 2, dekat dengan rumah. Hal yang sama yang diinginkan oleh Almarhum Kakek. Saat itu saya senang, akhirnya keinginan saya sedikit lagi terwujud. 

Hingga keinginan mereka berdua bertolak belakang dengan keinginan Bokap saya. Bokap lebih memilih saya untuk masuk pesantren milik teman baiknya dengan dalih teman baiknya telah menerima saya sebagai santri jauh sebelum pesantren itu didirikan. Polemik rumah tangga memang  tidak sempurna tanpa adanya perdebatan. 

Kakek saya dan Nyokap setuju jika saya dimasukkan ke pesantren. Namun perang belom selesai sampai di situ, ternyata mereka berdua tidak setuju jika saya dimasukkan ke pesantren teman baik Bokap. Itu karena mereka mendengar bahwa pesantren teman baik Bokap tidak memungut biaya sedikitpun alias gratis. 

Keluarga Nyokap yang latar belakangnya adalah bangsa Arab menjadi alasan tersendiri kenapa Nyokap menolak. Hingga saya tahu bahwa alasannya adalah karena ia takut keluarganya menjadi bahan omongan keluarga besarnya. Iya, keluarga besar Nyokap memang orang-orang yang pandai dalam membicarakan orang. Suatu kebiasaan bodoh yang menular ke anak-anak mereka. 

Bokap yang sadar akan hal itu pun menyadari akan tantangan yang akan datang, termasuk menjadi bahan gunjingan keluarga besar. Seperti, "Ih, masa masukin anak ke skolah yang gratis," atau "Emangnya kamu nggak mampu biayain sekolah?" atau omongan-omongan setan lainnya. 

Memiliki latar belakang dan sejarah sebagai seorang aktivis membuat Bokap tidak pantang mundur. Ia tetap bersikeras memasukkan saya ke pesantren teman baiknya. Sebenarnya saya tidak mengerti kenapa Bokap seakan berubah menjadi batu keras yang sulit dihancurkan. Kalo saya tanya, ia hanya akan menjawab, "Kamu akan ngerasain manfaat besarnya nanti," 

Dan, here I'm. Selama kurang lebih 6 tahun tumbuh di pesantren menumbuhkan hal-hal positif dalam hidup saya. Kemandirian, kesabaran dan keteguhan yang saya dapatkan ternyata berguna saat ini. Meskipun saya tahu, saya telah mengorbankan 6 tahun saya hanya untuk dunia agama, karena saya tidak belajar ilmu akademik di pesantren itu. 

Tumbuh besar di pesantren memberikan tantangannya tersendiri. Honestly, saya iri pada teman-teman saya yang belajar di SMP atau SMA luar. Mereka memiliki pergaulan yang luas, mengenal apa itu cinta dari lawan jenis, memiliki kenangan yang bisa mereka putar jika reuni, atau pun kenakalan-kenakalan yang kalian sendiri ketahui. Meskipun saya sendiri tidak setuju dengan kenakalan-kenakalan yang keterlaluan. 

"Hidup tanpa tantangan adalah kematian."

Itu yang saya katakan pada diri sendiri saat saya berpikir bahwa menjalani hidup di Najaf adalah keputusan yang tepat. Di sini, saya mendapatkan tantangan yang berbeda saat saya berada di Indo. Dan kalo boleh jujur, saya berani bilang bahwa tantangan di sini lebih berat. Ternyata saya belum siap untuk dilepas. Saya masih seperti hewan peliharan yang kehilangan majikannya, seperti kompas yang tidak mengenal arah. 

Saya hanya merasa bahwa ternyata selama ini saya hanya mengikuti apa yang mereka inginkan. Saya paham, dan sangat paham bahwa mereka, orang-orang yang menuntun saya ke kota ini, menginginkan saya menjadi orang yang pintar, hebat dan berguna di dunia dan akhirat, but...IDK, saya ngerasa saya menjadi orang lain saat ini. Saya ngerasa kalo saya berjalan bukan di jalan yang saya butuh jalankan. Saya ngerasa kalo saat ini saya tengah didorong atau dipaksa untuk berjalan di jalan ini. Dan, iya, saya tahu bahwa jalan ini akan mengantarkan saya kepada kebahagiaan dan kesuksesan. 

Dan saya juga tahu bahwa bukan 'hanya' jalan ini yang mengantarkan saya kepada kedua hal itu. Saya percaya ada jalan yang saya butuhkan, dan ketika saya berjalan di atasnya, saya merasa saya berjalan dengan kemauan saya sendiri, bukan karena orang lain.  

"Orang lain akan selalu ada di hidupmu, mereka hadir untuk menasihati, bukan mengaturi. Mereka berhak memberikan pendapat, bukan memaksakan pendapat. Hidupmu adalah tanggung jawabmu, bukan tanggung jawab mereka."

Hingga saat ini, saya belum berani berkata pada mereka bahwa keputusan saya untuk pindah ke Jerman atau UK untuk mengambil jurusan hubungan internasional sudah mencapai 80%. Dan semoga keputusan saya tidak salah. 

Sampai bertemu di cerita selanjutnya. 

Komentar

  1. ayo segera bergabung dengan kami hanya dengan minimal deposit 20.000
    dapatkan bonus rollingan dana refferal ditunggu apa lagi
    segera bergabung dengan kami di i*o*n*n*q*q

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer