Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas by Eka Kurniawan.

"Di puncak rezim yang penuh kekerasan, kisah ini bermula dari satu peristiwa: dua orang polisi memerkosa seorang perempuan gila, dan dua bocah melihatnya melalui lubang di jendela. Dan seekor burung memutuskan untuk tidur panjang. Di tengah kehidupan yang keras dan brutal, si burung tidur merupakan alegori tentang kehidupan yang tenang dan damai, meskipun semua orang berusaha membangunkannya."

Tulisan di atas merupakan sinopsis dari novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas, salah satu novel penulis favorit saya; Eka Kurniawan. Novel ini diterbitkan oleh penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Mei 2014 dengan tebal 243 halaman dan nomor ISBN 978-602-03-0393-2. 

Sebelum saya menulis artikel ini, saya sudah memikirkan sebuah label untuk segmen bedah buku saya. Lama saya termenung di bawah hujan seraya meminum kopi hitam. Hahahaha gak selebay itu. Setelah mikir nama label yang cukup lama, saya memutuskan untuk menamai label ini, "perkosa buku" dengan alasan saya memaksa diri saya sendiri untuk memperkosa isi buku, baik dalam keadaan ingin atau tidak. Karena kebiasaan membaca menurut saya harus diawali dengan paksaan. Mengingat minimnya keinginan atau kebutuhan masyarakat Indonesia dalam membaca. 

Belum sampai situ kebingungan saya. Setelah berhasil menamai label saya, saya malah bingung memilih buku pertama yang harus saya riview. Sekedar info, semenjak tanggal 20 April kemarin, saya memutuskan untuk menchallange diri saya sendiri. Challengenya adalah membaca 10 buku dalam satu bulan which is tantangan itu harus selesai tanggal 20 Mei. Syukur-syukur selesai sebelum tanggal itu. Dan sampai artikel ini terbit, sudah ada 8 buku yang saya baca, dan buku ke-8 yang saya baca adalah novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas ini. 

Mungkin pada saat ini, setan dan malaikat sedang akur guna membujuk saya untuk meriview novel ini. Dan alhasil saya tergoda untuk memperkosa dan meriviewnya. 

Jujur, novel ini adalah novel ke-dua karya Eka Kurniawan yang saya baca setelah saya dibuat termangu dan gila sendiri saat dan setelah membaca novel Cantik Itu Luka. Jika teman-teman ada yang belum membaca novel Cantik Itu Luka, saya hanya akan bilang, "Bacalah novel itu sebelum kalian meninggal." 


Source: Google.com.

Baiklah, mari kita mulai riviewnya.

A/ Judul; Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas.

Saat saya membaca judulnya, saya pikir novel ini akan ber-genre romance seperti novel pada umumnya, yang seringkali gagal membuat saya menangis atau bahagia seperti keinginan penulisnya. Kalimat pertama yang terlintas dalam benak saya saat membaca novel ini adalah; "Halah, paling juga nih novel bercerita tentang pasangan LDR." 

Dan ternyata…

Itu salah, gaes! 

Saya sendiri gak tau novel ini ber-genre apa. Yang pasti saya tau, Eka Kurniawan mampu membungkus sastra dengan baik dalam novel ini. Ya kalo saya boleh berkomentar, dan pasti saya akan berkomentar, judul ini memang selaras dengan alur cerita. Huft, memang, kerinduan pada seseorang itu harus dibayar tuntas, gak bisa digantung kaya status kamu sekarang. Uweekk.

B/ Cerita.

Saya gak akan banyak membocorkan cerita karena itu sama saja seperti spoiler dan saya gak suka menspoilerkan cerita atau dispoilerkan. Kisah ini berawal dari persahabatan dua remaja bernama Ajo Kawir dan Si Tokek. Suatu hari, Si Tokek mengajak Ajo Kawir ke rumah Rona Merah, Janda muda yang ditinggal mati suaminya. Awalnya Ajo Kawir bingung dengan tujuan Si Tokek mengajaknya ke rumah perempuan sinting itu. Tapi Si Tokek memaksa karena ingin memberikan kejutan pada sahabatnya. 

Sesampainya di rumah Rona Merah, Si Tokek menyuruh Ajo Kawir mengintip Rona Merah dari lubang kecil yang telah ia siapkan jauh hari. Ajo Kawir menurut. Mata kedua mengintipi Rona Merah yang nyatanya hanya duduk dan mencacah makanannya. Ajo Kawir merasa bosan ditambah kesal karena dengungan nyamuk yang mengganggu pendengarannya serta sedotan nyamuk di kakinya. Saat Ajo Kawir hendak pergi, Si Tokek menahannya dan memaksanya untuk menunggu lebih lama lagi. Ajo Kawir lagi-lagi menuruti permintaan sahabatnya. 

Selang beberapa menit, mereka mendengar suara motor dari halaman depan. Dua polisi yang turun dari motor itu. Diceritakan dalam novel itu, dua polisi ini adalah Si Perokok dan Si Pemilik Luka, mereka berdua masuk ke dalam rumah Rona Merah. Rona Merah yang diceritakan gila hanya diam tidak mengubris kedatangan dua polisi itu. Si Perokok membersihkan makanan yang berceceran di lantai rumah, sedangkan Si Pemilik Luka menarik paksa Rona Merah dan memandikannya. Singkat cerita, Si Pemilik Luka memperkosa Rona Merah di atas meja makan, dan Si Perokok menjadi penonton terlebih dahulu. 

Di sinilah keseruannya dimulai. Karena hujan yang membasahi bumi, Ajo Kawir terpeleset saat sedang mengintip adegan itu. Si Tokek kabur ke semak-semak, sementara Ajo Kawir tertangkap oleh dua polisi itu. Mereka berdua menyeret Ajo Kawir masuk rumah Rona Merah dan menyuruhnya untuk membuka mata, melihat adegan pemerkosaan secara langsung, bukan pakai video atau akses internet. Hehehehe. 

Ajo Kawir mungkin salah jika ia berpikir bahwa ia hanya akan menonton adegan bejat itu, karena dua polisi itu memaksa Ajo Kawir untuk membenamkan kemaluannya di kemaluan Rona Merah. Tentu dengan ancaman bibir pistol yang ada di kepala Ajo Kawir. Ajo Kawir menyerah dan mengikuti perintah mereka. Namun, saat ia membuka celananya, dua polisi itu malah tertawa dan mengejeknya karena ternyata burung Ajo Kawir tidak bisa bangkit. Burung itu lebih memilih tidur yang sangat lama dan tenggelam dalam kesunyian. 

Semenjak kejadian itu, burung Ajo Kawir tidak pernah bangun atau kita bisa bilang bahwa ia terkena semacam impoten, meskipun Ajo Kawir sudah mencoba berbagai macam cara, dari cara beginner sampai ekstrem. Percaya sama saya, jika kalian membaca bagian ini, kalian akan merasa jijik sekaligus tertawa melihat kebodohan yang dilakukan Ajo Kawir hanya agar burungnya bisa bangkit. 

Jauh dari bagian itu, Ajo Kawir banyak belajar dari burungnya, terutama tentang kehidupan. Salah satu narasi yang dalam dan lucu adalah saat Ajo Kawir berkata:

"Hidup dalam kesunyian. Tanpa kekerasan, tanpa kebencian. Aku berhenti berkelahi untuk apa pun. Aku mendengar apa yang diajarkan Si Burung."- hal 123. 

Penulis benar-benar mampu menciptakan kejutan di setiap babnya. Tidak diragukan lagi penulis yang lahir tanggal 28 November 1975 ini adalah salah satu penulis yang mengharumkan nama Indonesia dalam dunia literasi. Buktinya adalah ia mampu mengotak-ngatik permainan cerita dengan begitu apik. Ada kalanya kita tertawa, sedih dan kesal saat membaca novel ini.  

C/ Gaya Bahasa:

Seperti novel Cantik Itu Luka, Eka Kurniawan kembali menggunakan bahasa ceplas-ceplos tapi bermakna. Kali ini, Eka Kurniawan lebi gila lagi, karena bercerita dengan sangat vulgar. Enggak heran kalo novel ini mendapat tanda 21+ alias novel dewasa sastra. Dari setiap kata yang mas Eka pilih mengikat atau menyambungkan satu adegan ke adegan lain. Jadi saya harap kalian membacanya dengan seksama dan serius, kaya seriusin doi. Terlepas dari kevulgaran diksi yang mas Eka tentukan, mas Eka pasti sudah tahu resiko apa yang akan ditanggung. 

D/ POV atau sudut pandang cerita;

Di dalam novel ini, mas Eka memilih orang ketiga yang menurut saya adalah pilihan yang tepat sehingga membuka cerita lebih luas. 

E/ Cover atau sampul novel dan tata letak huruf serta halaman;

Sampul novel ini sederhana dan cantik. Tata letak halaman dan hurufnya pun pas kaya cinta kamu. Sebentar, saya mau muntah lagi, 

Nilai saya untuk novel ini adalah 8/10. 






Komentar

Postingan Populer