Cinta Tak Ada Mati by Eka Kurniawan.

Bagi sebagian orang, membaca itu membosankan. Meski pada akhirnya saya harus mengakui bahwa membaca itu kebutuhan, sama seperti beribadah pada Tuhan. 

Setelah memutuskan untuk menantang diri sendiri dengan membaca 10 buku dalam satu bulan, saya berhasil menuntaskannya, yeay! Tepuk tangannya mana?? Terima kasih-terima kasih. Hahahaha. O, ya, buku ke-sepuluh yang saya baca adalah buku Cinta Tak Ada Mati, sebuah buku kumpulan cerpen dari Eka Kurniawan. Iya, lagi-lagi anak penulis ini yang saya baca. Alasan saya tidak lain tidak bukan karena saya ingin mendalami penulisan Mas Eka Kurniawan. 

Kalo ada yang tanya, "Emang apa keunggulan buku kumpulan cerpen itu?" Maka saya akan jawab dengan bangga bahwa buku ini berhasil memenangkan penghargaan Prince Cluse 2018. Nah bagi yang mau tau lebih lanjut tentang penghargaan itu, kalian bisa merujuk ke mbah Google. 

Judul: Cinta Tak Ada Mati.
Penulis: Eka Kurniawan.
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama.
Tahun terbit: 2015.
Jumlah halaman: 169 halaman.
ISBN: 979-22-1257-4.


Source: Google.com.

A/ Judul:

Cinta Tak Ada Mati adalah salah satu judul dari 13 kumpulan cerpen yang tercantum di buku ini. Menarik karena yang saya lihat adalah semua cerpen ini memang memiliki satu benang merah tentang cinta yant tidak ada mati. 

B/ Alur Cerita:

13 Cerpen yang ada di buku Cinta Tak Ada Mati:

1- Kutukan Dapur.
2- Lesung Pipit.
3- Cinta Tak Ada Mati.
4- Persokar 
5- Surau.
6- Mata Gelap.
7- Ajal Sang Bayangan.
8- Penjaga Malam.
9- Caronang.
10- Bau Busuk.
11- Pengakoean Seorang Pemadat Indis.
12- Jimat Sero.
13- Tak Ada Yang Gila Di Kota. 

Dikarenakan buku ini adalah kumpulan cerpen, maka setiap cerpen memiliki alur ceritanya masing-masing. Meski begitu, setiap cerita punya keunikan dan kehebatannya masing-masing. Salah satunya adalah cerita yang berjudul Mata Gelap. Sebuah cerita yang menceritakan seorang pria yang memiliki informasi penting dalam suatu urusan. Tiba-tiba, beberapa orang menghampirinya guna mengancamnya jika membocorkan informasi itu. Alih-alih takut pada ancaman mereka, pria itu diam meski tidak membocorkannya. Merasa pria itu tidak patuh, beberapa orang itu mencongkel mata si pria dengan anggapan pria itu tidak lagi mampu melihat dunia. 

Bukannya merasa tenang, beberapa orang itu malah risih, merasa pria itu masih saja bisa membocorkan informasi itu. Akhirnya mereka dating kembali dan kini telinganya yang menjadi korban. Mereka mengirisnya hingga putus dan memaksanya memakan telinganya sendiri. 

Terus seperti itu hingga kepala pria itu digambarkan lebih mirip bola daripada kepala manusia. Dan untuk cerita lebih lanjutnya, kalian bisa baca sendiri deh. Cerita Mata Gelap membuat saya bergidik ngeri sekaligus kagum bagaimana ia tetap bersikukuh pada pendiriannya. 

Cerita lain yang saya kagumi adalah Surau, yang menceritakan seorang manusia yang takut meninggalkan sholat. Bukan karena penghambaannya pada Tuhan, melainkan ketakutannya pada sang ayah yang selalu memukulnya jika ia meninggalkan sholat. 

Dalam cerita Surau, sepertinya Mas Eka ingin memberikan sebuah sindiran bagi masyarakat Indonesia, terutama muslim, bagaimana mendidik anak untuk beribadah dengan cara yang salah. Yap, mendidik anak agar rajin beribadah dengan sebuah kekerasan hanya akan menimbulkan ketakutan pada sang pendidik, bukan pada Sang Khaliq.

Seperti yang saya bilang tadi, setiap cerita yang tertulis di buku ini mengandung keunikannya tersendiri. Meski ada salah satu cerita yang membuat saya bosan dan kesal membacanya; Pengakoean Seorang Pemadat Indis. Saran saya, kalo kalian baca cerita yang ini, harus sabar dan tegar. Hahahaha. 

Salah satu kalimat menarik yang saya kutip dari cerita Cinta Tak Ada Mati:

"Ia satu jenis lelaki yang percaya kekeraskepalaan cinta seorang lelaki akan bisa menaklukan hati perempuan paling beku sekalipun, dan ia akan menantinya bahkan sampai waktu napas mereka telah sampai di tenggorokan." - Hal 24. 

Terlebih lagi, buku ini sangat minim dialog, yang acapkali menimbulkan kebosanan. Tapi, di sisi lain, narasinya pun mengalir cukup deras dan jelas. 

C/ Gaya Bahasa:

Untuk kali ini, saya masih melihat Mas Eka menulis dengan Bahasa yang lugas dan tegas. Bagaimana cara dia mengajak kita untuk hadir dalam setiap ceritanya masih saya acungi jempol. 

D/ POV atau Sudut Pandang:

Nah, untuk sudut pandangnya sendiri, Mas Eka terkadang menggunakan sudut pandang orang pertama, dan terkadang menggunakan sudut pandang orang ketiga. Tergantung ceritanya. Dan menurut saya, ini wajar saja karena memang setiap cerita memiliki sudut pandangnya sendiri. 

E/ Cover atau Sampul:

Keren adalah satu kata yang bisa saya lontarkan untuk sampul buku ini. Ada nuansa artistic sekaligus kaligrafi yang saya lihat dari sampul buku Cinta Tak Ada Mati. Ditambah dengan warna merah kehitaman yang melebur. 

Untuk buku Cinta Tak Ada Mati, saya akan berikan bintang 8/10. Sukses terus untuk Mas Eka Kurniawan. 

Komentar

Postingan Populer