Tetap Sama
source photo: pinterest.com
Bisakah kita duduk sejenak untuk membicarakan ribuan masalah yang membuat kita berjarak? Saya tidak nyaman dengan kondisi kita sekarang. Seolah kita adalah dua orang asing yang tidak pernah punya cerita bahagia sebelumnya. Seolah kita adalah dua kutub yang tidak pernah bisa bersama. Seolah kita adalah dua titik yang berada di jalur yang sama namun berbeda. Seolah kita adalah perbedaan itu sendiri.
Entah hanya saya yang merasa atau kamu juga, bahwa hubungan ini tidak lagi bisa kita pertahankan. Hubungan ini seakan kita biarkan berjalan sendirian, sebelum akhirnya ia hilang ditelan zaman.
Iya, saya tahu saya salah. Sedari dulu kamu menginginkan yang namanya kepastian dan itu adalah hal yang tidak pernah bisa saya berikan. Tapi bersamaan dengan itu, kita sama-sama berpijak dalam zona nyaman. Saling memberi perhatian lewat ucapan atau senyuman. Meskipun kita sama-sama tahu hubungan ini belum diresmikan, tapi kita tetap saja menjalaninya tanpa peduli apa kata orang-orang.
Dulu, kita kerap kali bertukar cerita sampai salah satu dari kita tertidur tanpa sengaja. Meskipun berjauhan, kita seolah mampu bergandengan. Meskipun tidak saling melihat, kita seolah mampu untuk tetap dekat. Karena bagi kita, berjarak hanyalah permasalahan waktu sebelum akhirnya kita akan saling bertemu.
Hingga suatu hari waktu pun menyerah. Tiba hari di mana kita tidak lagi harus menentukan jam untuk berkabar, tidak lagi harus melempar rindu lewat layar ponsel, dan tidak lagi takut tidak bertemu.
Pesawat yang membawa saya tiba pagi hari. Saat itu, saya sengaja tidak memberi kabar perihal kepulangan. Setelah melepas rindu dari keluarga, saya menyempatkan diri untuk pergi ke tempatmu bekerja. Mengenakan kaos hitam dan celana hitam, saya mengucapkan salam dari luar. Temanmu datang dan bertanya maksud kedatangan.
Namamu pun terucap dari mulut ini.
Temanmu mengangguk dan masuk ke dalam guna memberi tahumu ada seorang tamu. Tak lama kemudian kamu datang. Dengan celana abu-abu dan cardigan coklat, kamu terlihat cantik dan memikat. Setelah dua tahun tidak menatap wajahmu secara langsung, saya tidak bisa menahan senyum bahagia melihat wajah seseorang yang telah menemani saya melewati masa-masa terburuk.
Kamu menyambut saya dengan senyuman hangat. Untuk sejenak kita hanya saling bertatap, sebelum sapaan lembut terucap dari mulutmu.
Dua bulan menghabisi waktu bersamamu tidak juga menghilangkan kerinduan. Saya masih ingin bersamamu, menemani hari liburmu, duduk berdua denganmu dan mendengarkan keluh kesahmu sembari memandang matamu, membelikanmu martabak keju susu setiap kali moodmu tidak baik, menjadi orang pertama yang kamu panggil saat kamu membutuhkan bantuan. Saya pun menyesal karena belum bisa menciptakan jejak rekam kebahagiaan yang lebih banyak dalam hidupmu.
Kita menciptakan kebahagiaan sebelum akhirnya saya sendiri yang menghancurkannya. Tanpa menyebutkan alasan, saya berkata padamu saya akan pergi dan tidak kembali. Meskipun kamu hanya diam, saya tahu diam adalah jawabanmu.
Saya tahu saya salah. Tapi, percayalah, saya punya ribuan alasan di balik keputusan ini. Saat itu, kita belum resmi berpasangan, tapi kita sudah mulai berjauhan.
Dan kini, setelah tiba hari saya harus kembali, semua berubah seolah kertas kosong yang pernah kita isi bersama telah dibakar tanpa sisa. Tidak ada lagi panggilan atau pesan yang memberikan warna di setiap harinya. Tidak ada lagi cerita darimu yang sampai saat ini masih saya tunggu datangnya.
Kini kita perlahan mulai menjauh. Hingga akhirnya tidak lagi tersentuh. Kini kita perlahan tidak saling peduli. Hingga akhirnya tidak lagi saling mengerti. Kini kita perlahan saling memunggungi, hingga akhirnya tidak lagi saling melengkapi. Kini kita tidak lagi saling memberi nyaman, hingga akhirnya tidak lagi saling mengisi ruang perasaan. Kini kita tidak lagi saling percaya, hingga akhirnya tidak lagi saling ada.
Saya tahu ini semua terjadi karena kesalahan saya. Saya tahu ini semua terjadi karena ketidakmampuan saya memberi kepastian. Saya tahu ini semua terjadi karena ketakutkan saya mengambil keputusan. Saya tahu ini semua terjadi karena saya terlalu lama terjebak di masa lalu.
Tapi, saya mohon, saya mohon padamu untuk tidak berubah. Saya masih sangat membutuhkanmu. Jadi, saya mohon, saya mohon untuk tidak pergi.
Komentar
Posting Komentar